Beranda | Artikel
Hukum Nazar Tidak Mau Hamil Lagi
Senin, 27 Januari 2020

Istri Nazar Tidak Mau Hamil Lagi

Ustadz, bolehkah seorang istri bernazar untuk tidak mau hamil lagi, lantaran rasa trauma ketika proses melahirkan sebelumnya?

Jawaban:

Bismillaah, wa-l hamdu lillaah, wa-sh shalaatu wa-s salaamu ala Rasuulillaah, wa ba’du…

Saudariku penanya, ketahuilah bahwa telah sahih periwayatan suatu hadis dari Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam- bahwa ada 7 golongan yang dianggap sebagai syahid, selain mereka yang terbunuh ketika berperang demi meninggikan kalimat Allah –azza wa jalla-, dan di antara mereka adalah sebagaimana sabda beliau –shallallaahu alaihi wa sallam-:

وَالمَرْأَةُ تَمُوْتُ بِجُمْعٍ شَهِيْدَةٌ

“Dan wanita yang meninggal karena melahirkan itu syahidah.” (HR. Malik, Abu Dawud, dan An-Nasai dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Para ulama’,- seperti Ibn Baththal, Al-Khaththabi, Al-Qurthubi, An-Nawawi, Ibn Hajar, dan selain mereka-, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan sabda Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– tersebut adalah wanita yang wafat dalam keadaan mengandung anaknya, atau wafat disebabkan melahirkan anaknya ke dunia ini. [Lihat: Al-Mufhim, Aun al-Ma’buud, dan Hasyiyah As-Sindi]

Dan hendaknya setiap wanita meniatkan untuk menggapai pahala yang besar ketika mengandung dan kemudian melahirkan anaknya, bahkan mendidik anaknya hingga akhir hayat.

Banyak dalil-dalil Al-Qur’an dan sunah yang menjelaskan betapa besar pahala yang akan diraih seorang ibu yang ikhlas.

Di antaranya adalah berbagai nas-nas yang menerangkan pahala kesabaran.

Allah –subhaanahu wa ta’aala– berfirman:

﴿َإِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ﴾

Hanya orang bersabarlah yang akan disempurnakan pahalanya tanpa batas… [QS. Az-Zumar : 10]

Ibn Katsir –rahimahullaah– ketika menafsirkan ayat ini mengatakan:

“Ayat ini mencakup seluruh jenis kesabaran … Allah –azza wa jalla– menjanjikan pahala tanpa batas bagi mereka yang bersabar, tanpa perhitungan, atau pun pengukuran. Hal itu dikarenakan keutamaan sabar yang sangat besar di sisi Allah –azza wa jalla-, dan hanya Dialah Yang Mahamampu memudahkan segala urusan.” [Lihat: Tafsiir al-Qur’aan al-Azhiim]

Berikutnya adalah berbagai nas yang menunjukkan hak yang sangat agung yang dimiliki seorang ibu atas anak-anaknya. Nas-nas ini sangat masyhur, sehingga tidak perlu kami paparkan satu persatu di sini. Akan tetapi intinya, tidaklah demikian besar hak yang dimiliki seorang ibu, melainkan dilandasi berbagai kesulitan yang ia hadapi demi mengandung, melahirkan, serta mendidik anak-anaknya.

Saudariku muslimah, sengaja tanpa alasan yang syar’i untuk sama sekali tidak hamil atau berketerununan, adalah hal yang terlarang dalam agama ini, walaupun dengan kesepakatan antara suami dan istri. Hal itu dikarenakan ia bertentangan dengan anjuran syariat untuk memperbanyak jumlah umat ini, yang mana anjuran ini memiliki banyak sekali hikmah yang mulia di baliknya.

Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam– bersabda:

تَزَوَّجُوْا الوَلُوْدَ الوَدُوْدَ، فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Nikahilah –oleh kalian wahai para lelaki- wanita yang subur nan penyayang, karena aku akan berbangga akan banyaknya jumlah umatku di Hari Akhirat kelak…” [HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i]

Adapun jika trauma yang anda alami memang disebabkan karena rasa sakit yang membahayakan anda atau janin anda yang berikutnya, atau karena alasan-alasan medis lainnya, maka anda diperbolehkan untuk berhenti dan tidak hamil kembali. Dan jangan khawatir akan pahala anda sebagai seorang ibu, tetaplah ikhlas mendidik anak-anak yang sudah Allah –azza wa jalla– karuniakan kepada anda, dan yakinlah bahwa Allah –ta’aala– adalah Mahaluas karunia-Nya.

Poin berikutnya adalah persoalan nazar.

Nazar secara umum adalah hal yang tidak disukai oleh Rasulullah –shallallaahu alaihi wa sallam. Namun jika telah terucap, maka ia wajib dipenuhi, jika tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah –azza wa jalla. Adapun nazar yang mengandung maksiat, maka ia wajib dibatalkan, dan yang mengucapkannya wajib membayar kaffarah.

Kembali kepada penyebab trauma tadi, jika memang ia trauma yang disebabkan oleh sebab yang syar’i, seperti alasan medis dan lain sebagainya, maka hukum nazar adalah tidak dianjurkan, namun ia harus dipenuhi jika telah terucap, dan wajib membayar kaffarah jika kemudian melanggar kandungan nazar tersebut.

Adapun jika trauma itu tanpa alasan yang kuat dan tidak membahayakan, maka nazar tersebut tidaklah boleh diucapkan, dan jika terlanjur terucap maka ia tergolong sebagai nazar maksiat. Dan yang wajib bagi anda adalah beristighfar, mengingat kembali keutamaan-keutamaan yang Allah –azza wa jalla– janjikan bagi anda sebagai ibu, dan anda harus membatalkan nazar tersebut sembari membayar kaffarah pembatalan nazar yang ukurannya sama dengan kaffarah pembatalan sumpah.

Dan ukuran kaffarah tersebut adalah memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau membebaskan seorang budak. Jika anda tidak mampu melaksanakan salah satu dari 3 opsi di atas, maka anda diwajibkan berpuasa selama 3 hari.

Saudariku, ibu adalah status yang sangat mulia di sisi Allah –azza wa jalla– dan Rasul-Nya –shallallaahu alaihi wa sallam-. Ketika rasa sakit atau kesulitan melanda anda, hendaklah anda mengingat berbagai janji dan keutamaan yang akan anda raih sebagai seorang ibu. Yakinlah bahwa Allah Mahaadil dan Maha Mengetahui, dan Allah –subhaanahu wa ta’aala- tidak akan menyia-nyiakan kesabaran anda atas berbagai kesulitan yang anda hadapi sebagai seorang ibu. Semoga Allah –azza wa jalla– memudahkan urusan anda, serta seluruh ibu kaum muslimin.

Wallaahu a’lam, semoga penjelasan di atas dapat menjawab pertanyaan anda.

Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/36139-hukum-nazar-tidak-mau-hamil-lagi.html